Label

Jumat, 16 April 2010

Alangkah Lucunya (Presiden) kita (Jilid I)

“Sebagai Presiden, saya ini bapaknya orang banyak, dan bapaknya semua dunia usaha. Kalau nanti saya di Jakarta mendukung kampanye gerakan anti rokok karena banyak orang yang merokok di tempat-tempat terbuka, itu memang harus saya lakukan karena kasihan yang tidak merokok. Tetapi sebagai bapak, saya juga ingin pengangguran berkurang dan ekonomi di daerah tumbuh. Itulah kewajiban seorang bapak. Oleh karena itu, sekali lagi, jalankan profesi ini dengan baik dan mudah-mudahan upaya yang baik akan membuahkan hasil yang baik pula," kata Presiden.

Itulah sambutan Presiden kita ketika berkunjung ke Pabrik Rokok dikampungnya, Pacitan.

Sementara itu kita simak data dibawah ini:

Diduga hingga menjelang tahun 2030 kematian akibat merokok akan mencapai 10 juta orang pertahunnya. Sejauh ini, wabah merokok telah terjadi di Negara-negara maju. Dan pada tahun 2030 diperkirakan tidak kurang dari 70 persen kematian yang disebabkan oleh rokok akan terjadi di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Variasi produk dan harga rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia menjadi salah satu produsen sekaligus konsumen rokok terbesar di dunia.

Menurut Bank Dunia, konsumsi rokok Indonesia sekitar 6,6% dari seluruh konsumsi dunia. Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2001 menyebutkan bahwa :

  • 27% penduduk berusia di atas 10 tahun menyatakan merokok dalam satu bulan terakhir.
  • 54,5% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,2% perempuan yang merokok.
  • Terdapat peningkatan sebesar 4 % penduduk umur diatas 10 tahun yang merokok dalam kurun waktu 6 tahun.
  • 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif.
  • 68,5% penduduk mulai merokok pada usia 20 tahun meningkat 8% dari Susenas 1995 yaitu 60,0%.
  • Peningkatan usia muda yang merokok, kelompok umur 25-29 tahun (75%) dan kelompok umur 20-24 tahun (84,0%).
Anda tahu siapa produsen rokok terbesar di Indonesia? Inilah 4 Produsen terbesar:
Urutannya: *Data Q1/200 7

1. Phillip Morris – Sampoerna (24.2%)
2. Gudang Garam Kediri (23.6%)
3. Djarum (20.4%)
4. BAT – Bentoel

Jadi 2 Produsen terbesar dikuasai oleh perusahaan asing, BAT dan Philip Morris. Kemana dividen keuntungan dibawa? Tentunya dibawa pulang ke negeri asalnya disana, sementara penyakit yang ditimbulkan akibat merokok, ditinggalkannya dinegeri ini.
Coba kita simak Fakta dan Data dibawah ini>

Bila mengacu pada data Susenas 2006, pengeluaran untuk pembelian rokok adalah 2 kali lipat pengeluaran pengeluaran untuk ikan (6,8 persen), 5 kali lebih besar dari pengeluaran telur dan susu (2,3 persen), dan 17 kali lipat pengeluaran membeli daging (0,7 persen). Bahkan konsumsi rokok semakin hari semakin meningkat, terutama dikalangan pemuda peningkatan tertinggi perokok di Indonesia terjadi pada kelompok remaja umur 15-19 tahun, yaitu dari 7,1, persen pada 1995 menjadi 17,3 persen pada 2004.

Berdasarkan prediksi tahun 2008, sebanyak 658 juta batang rokok per hari atau 240 miliar batang per tahun dihisap rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Bila dikapitalisasi diperkirakan sekitar Rp 330 miliar per hari peredaran uang hanya pada transaksi rokok. Angka Rp 330 miliar yang “dibakar” setiap hari oleh para perokok di Indonesia yang tingkat kemiskinannya masih relatif tinggi merupakan angka yang sangat fantastis. Di Indonesia, 70 persen dari 60 juta perokok adalah mereka yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Fakta ini menunjukkan bahwa penyumbang penghasilan bulanan kepada industri rokok berasal dari sekitar 63 persen laki-laki dari 20 persen penduduk termiskin di Indonesia melalui konsumsi rokoknya. Selain itu, sekitar 65,6 juta perempuan dan 43 juta anak-anak di Indonesia yang terpapar asap rokok dan rentan terhadap ancaman penyakit akibat rokok seperti penyakit paru-paru, kanker hati, kanker usus, bronchitis, stroke dan penyakit lainnya.

Peneliti senior Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Sri Moertiningsih Adioetomo, pernah menyatakan bahwa dari sebuah studi ditemukan bahwa biaya rawat inap pengidap penyakit akibat merokok mencapai Rp 2,9 triliun per tahun.

Faktanya memang setiap tahun sekitar 200.000 kematian di Indonesia diakibatkan kebiasaan merokok. Sebanyak 25.000 korban adalah perokok pasif. Memang akibat rokok tak akan langsung muncul seketika. Dampaknya baru tampak setelah 25 tahun sejak seseorang pertama kali merokok.

Laris manisnya konsumsi rokok karena harga yang sangat terjangkau alias super murah. Dengan bermodal Rp 1000 pun, rokok sebatang sudah bisa berada di tangan perokok dari warung-warung pinggir jalan. Bandingkan dengan di Swedia yang mematok harga mahal untuk rokok dengan harga jual sebungkus rokok mencapai Rp 75 ribu atau setara dengan sekali sarapan pagi di negeri Skandinavia tersebut. Akibat harga rokok yang mahal, masyarakat Swedia jarang membeli rokok sedang bagi para pencandu rokok mereka mengonsumsi permen tembakau yang harganya relatif murah sekitar Rp 25 ribu dengan isi yang lumayan banyak.

Bandingkanlah fakta dan data diatas dengan sambutan Presiden pada saat mengunjungi (baca:meresmikan) pbrik rokok di Pacitan...Lucu bukan Presiden kita.....?

S. Mardjono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar