Label

Rabu, 16 November 2011

Aryati dan Arloji


Aryati
Dikau mawar asuhan rembulan
Aryati
Dikau gemilang seni pujaan

Dosakah hamba mimpi berkasih dengan tuan
Ujung jarimu kucium mesra tadi malam
Dosakah hamba memuja dikau dalam mimpi
Hanya dalam mimpi

Demikian penggalan lirik dalam lagu Aryati karya Ismail Marzuki. Begitu indah dan sangat memuja kekasihnya yang bernama Aryati. Selain indah, si pemuja begitu hati-hati dalam memuja kekasihnya. Sehingga dia kuwatir memimpikan mencium ujung jari kekasihnya, menjadikannya berbuat dosa.
Coba kita bandingkan dengan lirik lagu jaman sekarang. Banyak lagu dibuat secara terburu-buru, hanya diulang-ulang dan tidak elok didengar. Walaupun tidak dipungkiri masih banyak juga lagu sekarang yang berbobot liriknya, macam lirik lagu-lagu dari Kla Project, Iwan Fals, Chandra Darusman dan lain-lain.
Mungkin karena zaman yang berbeda, maka gaya lirikpun juga berbeda. Pada zaman yang serba instant ini, maka lirikpun juga serba instant. Langsung kepada maksud tujuan, tidak ada kata perantara. Maka jaman sekarang ada istilah "nembak", yang artinya mengemukakan perasaan cinta seorang cowok kepada cewek, calon kekasihnya. Jadi sopan santun, dianggap basa-basi, bertele-tele, terlalu lama menyampaikan maksud dan tujuan.

Mulai dari menyeduh kopi sampai minta uang sogokan saja, jaman sekarang serba instant. Jika kita mengurus perpanjangan KTP, SIM dan lain-lain, petugas sudah tidak malu-malu lagi menyebut jumlah uang pelicin yang harus dibayar, agar urusan menjadi lancar. Padahal sebagai petugas dan pegawai negri, mereka di gaji negara untuk melayani kebutuhan masyarakat. Yang notabene kebutuhan masyarakat itu (KTP, SIM, Paspor dll) adalah urusan negara, agar mempermudah Pemerintah mengumpulkan data warga negaranya. Gaji mereka pun diperoleh dari pajak yang dibayar rakyat kepada negara, jadi sudah seharusnya mereka melayani masyarakat, sebagai pihak yang membayar gaji mereka. Tapi sekarang keadaan berbalik, rakyat yang harus melayani pegawai negeri. Memang gajinya tidak seberapa, tapi penghasilan dari meminta uang pelicin bisa berkali-kali lipat dari gaji resminya. Maka tidak heran jika kita lihat, gaya hidup pegawai negri begitu hebat. Kalau kita berjalan-jalan di mall pada jam kerja, sering kita lihat para pegawai negri yang masih memakai pakaian seragam resmi hilir mudik sibuk berbelanja.
Pernah, penulis makan malam dengan seorang pejabat negri ini, membicarakan proyek perusahaan yang memerlukan perizinan yang harus dilalui. Sambil menunggu hidangan datang, kami ngobrol ngalor ngidul sampai ke pembicaraan jam yang dipakai bapak pejabat tersebut. Saya sangat terkejut, mendengar harga arloji yang dipakai si pejabat itu harganya mencapai ratusan juta rupiah. Bahkan dia mempunyai koleksi yang lain harganya mencapai milyar!! Sebab katanya, arloji tersebut dibuat sangat terbatas. Hanya ada satu arloji untuk pembeli di satu negara. Jadi, katanya dengan bangga, arloji yang dimilikinya tersebut tidak bisa dimiliki oleh orang lain di Indonesia. Sebab dia, seorang pegawai negri, sudah memilikinya.....
Saya saja, sebagai seorang pegawai swasta yang menjabat jabatan yang lumayan, yang boleh dikatakan gajinya lebih tinggi dari pejabat tersebut, tidak mampu membeli arloji seharga milyaran rupiah tersebut. Tapi wajar saja, untuk mengurus izin yang akan ditanda tanganinya saja, perusahaan harus membayar milyaran rupiah agar urusan menjadi lancar. Memang sih...pajak maupun denda yang harus dibayar mahal, tapi menjadi sekian kali lebih mahal karena harus membayar uang pelicin tersebut. Sebab mereka tahu benar, jika proyek tertunda karena perizinan, ongkosnya lebih mahal lagi.

Begitulah kondisi jaman kini...
Berbuat salahpun dengan terang-terangan, minta uang pelicin tanpa basa basi dan tanpa merasa berdosa.
Bandingkan denga lirik lagu Aryati diatas, mimpi mencium ujung jari saja sudah merasa berdosa....

Sudahlah...
Mendingan saya mendengarkan lagu keroncong Aryati yang dinyanyikan Almarhum Bram Aceh....
Hanya..dalam mimpi....