Label

Selasa, 01 Juni 2010

TUHAN SEMBILAN SENTI

Taufiq Ismail

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok.

Di sawah petani merokok, di pabrik pekerja merokok, di kantor pegawai merokok, di kabinet menteri merokok, di reses parlemen anggota DPR merokok, di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,hansip-bintara-perwira nongkrong merokok, di perkebunan pemetik kopi merokok, di perahu nelayan penjaring ikan merokok, di pabrik petasan pemilik modalnya merokok, di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatun-na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok, di ruang kepala sekolah ada guru merokok, di kampus mahasiswa merokok, di ruang kuliah dosen merokok, di rapat POMG orang tua murid merokok, di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok.

Indonesia sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok, tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok.

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam, menguasai kita.

Di pasar orang merokok. Di warung Tegal pengunjung merokok, di restoran di toko buku orang merokok, di kafe di diskotik para pengunjung merokok.

Bercakap-cakap kita dengan jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok, bayangkan isteri-isteri yang bertahun –tahun menderita di kamar tidur ketika melayani para suami yang bau mulutnya dan hidungnya mirip asbak rokok.

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumur saling menularkan HIV/AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya. Duduk kita di sebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV/AIDS.

Indonesia adalah sorga kultur perkembangbiakan niktin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa ketularan kena.

Di puskesmas pedesanaan orang kampung merokok, di apotik yang antri obat merokok, di panti pijat tamu-tamu disilakan merokok, diruang tunggu dokter pasien merokok, dan ada juga dokter-dokter merokok.

Istirahat main tenis orang merokok, di pinggir lapangan voli orang merokok, menyandang raket badminton orang merokok, pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok, panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok.

Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil ‘ek-ek orang goblok merokok, di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatun-na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam, menguasai kita.

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat perujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. Mereka ulama ahli hisap. Hasaaba-yuhaasibu-hisaaban. Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok. Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, ke mana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya.

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, Cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri. Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashhabul syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu. Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabuddukhaan, ya ustadz. Kyai, ini ruangan ber-AC penuh. Hadzihi al ghrfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i. kalau tak tahan, di luar sajalah merokok. Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz. 25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan. 15 penyakit ada ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan. 4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu ‘alaihimul khabaaith. Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alcohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama. Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya dimakruh-makruhkan, jangan.

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengan perbandingan ini. Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu. Yaitu ujung-ujung rokok mereka. Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir. Asap rokok di ruangan ber-AC ini makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk.

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena panyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu ilntas, lebih gawat ketimbang bancana banjir, gempa bumi, dan longsor. Cuma setingkat di bawah korban narkoba.

Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di Negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dengan kertas berwarna dan berwarni, diiklankan dengan indah dan cerdasnya.

Tidak perlu wudhu atau tayamum menyucikan diri, tidak perlu ruku’, dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusu’ dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap-asap tuhan ini,

Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

sumber:http://sangpejalan2006.wordpress.com/2008/11/12/tuhan-sembilan-senti/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar