Label

Senin, 21 Juni 2010

Jangan Abaikan Dehidrasi

KEBUTUHAN AIR
Jangan Abaikan Dehidrasi



Air begitu penting bagi tubuh. Namun, kerap kali unsur sumber kehidupan
itu terlupakan atau kurang diperhitungkan dalam asupan sehari-hari.
Bambang (50), warga Kampung Baru, Jakarta Utara, ketika ditanya berapa
banyak air putih/murni yang diminumnya sehari-hari, langsung terdiam,
berpikir. Indira Permanasari

Tidak tahu pasti, sih. Biasanya, saya minum tergantung kondisi badan
saja. Kalau sakit, minumnya lebih banyak,” ujar Bambang.

Warga lainnya, Yaniati (38), melontarkan jawaban senada. “Saya biasanya
minum kalau sedang haus. Biar enggak seret tenggorokan,” ujarnya. Bagi
Yaniati, air lebih sebagai pelengkap makanan. Kedua warga itu mengaku
tidak kesulitan mendapatkan air minum. Mereka membeli air isi ulang Rp
3.500/galon.

Kurang diperhitungkannya konsumsi air itu tecermin dalam penelitian The
Indonesian Hydration Study (Thirst). Ditemukan, 46 persen remaja dan
orang dewasa mengalami dehidrasi ringan atau kekurangan air tubuh. Makin
ke bagian timur Indonesia, kondisinya semakin parah lantaran akses
terhadap air bersih terbatas. Penelitian dilakukan pada urine di
laboratorium dari 1.200 sampel di Jakarta, Lembang, Surabaya, Malang,
Makassar, dan Malino.

Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia, sekaligus peneliti Thirst, Prof
Hardinsyah, berpendapat, masyarakat kerap tidak tahu pentingnya konsumsi
air. “Permasalahan lain, ada kesulitan akses pada air secara fisik dan
ekonomi. Kondisi alam, dan minimnya infrastruktur memengaruhi akses air
bersih,” ujarnya dalam Simposium bertajuk “Hydration and Health” yang
diadakan Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) akhir Maret lalu.

Berdasarkan data Departemen Pekerjaan Umum, pelayanan air minum melalui
perpipaan di kota besar 45 persen, di desa 10 persen, dan secara
nasional 24 persen. Biasanya masyarakat mendapat air dari sumur bor yang
tercemar karena lingkungan perumahan padat atau membeli air
gerobak/jeriken yang mahal. (Kompas, 20 Maret 2009).

Padahal, air sangat penting bagi tubuh. Sebagian besar tubuh manusia
terdiri dari air. Kandungan air dalam tubuh bayi baru lahir 80 persen,
pada tubuh orang dewasa normal 70 persen, dan orang lanjut usia 50
persen. Bahkan, kandungan air dalam janin 100 persen. Organ-organ tubuh
pun sarat dengan air. Kandungan air dalam organ tubuh, seperti otak,
ginjal, jantung, dan paru-paru, masing-masing berkisar 70-80 persen. Tak
mengherankan jika air sangat penting bagi tubuh. Semua sistem tubuh
bergantung pada air. Tanpa air, reaksi biologi dalam tubuh tak dapat
terlaksana. Tubuh tidak dapat memproduksi air sendiri secara memadai
lewat metabolisme, yakni hanya sekitar 20 persen sehingga membutuhkan
asupan dari luar.

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) Rachmi Untoro
mengatakan, secara umum air bermanfaat untuk mengatur suhu tubuh,
melumasi sendi, melembapkan jaringan mukosa (mulut, mata, dan hidung),
meringankan beban ginjal, dan membawa zat gizi.

*Menjaga keseimbangan air*

Tubuh manusia cerdas dalam menjaga keseimbangan air. Rasa haus,
misalnya, merupakan mekanisme alami mempertahankan asupan air dalam
tubuh. “Pada saat haus, sebetulnya tubuh sudah kadung kekurangan air.
Minumlah sebelum merasa haus,” ujar Hardinsyah.

Agar kebutuhan tubuh akan air (murni) tercukupi dibutuhkan 30 mililiter
air per kilogram berat badan. Secara umum, konsumsi air per orang
minimal 1,5-2 liter per hari (8-10 gelas per hari). Perempuan hamil, ibu
menyusui, orang berolahraga, serta orang di lingkungan dingin butuh
lebih banyak. Konsumsi air itu “disebar” sepanjang hari mulai dari minum
setelah bangun tidur hingga malam hari.

Air yang aman diminum adalah yang tidak berwarna, berbau, atau berasa.
Selain itu, air tidak boleh mengandung zat berbahaya, tidak tercemar
pestisida, jamur, logam, dan bahan lain yang berbahaya bagi tubuh. Di
perkotaan yang berpenduduk padat, air kadang tercemar sehingga
menimbulkan berbagai penyakit, mulai dari diare sampai keracunan. Jika
diukur keasamannya, pH air berkisar 6-8. Cairan lain, seperti kopi atau
teh, yang menjadi favorit masyarakat tidak dapat menggantikan peran air
murni.

Menjaga keseimbangan air dalam tubuh menjadi penting karena dalam kerja
tubuh, air dikeluarkan kembali dalam bentuk air seni sekitar 1 liter per
hari, melalui keringat dan saluran napas sekitar 1 liter (tergantung
suhu udara), dan sebagian lain terbuang bersama tinja. Aktivitas,
kondisi tubuh saat sakit seperti demam, kelembapan udara juga ikut
memengaruhi pengeluaran air dalam tubuh. Orang yang di daerah dingin,
misalnya, lebih butuh air banyak karena cukup besarnya penguapan.

Kurangnya air dalam tubuh jangan dianggap enteng. Kekurangan air tubuh 1
persen menimbulkan rasa haus dan gangguan suasana hati (mood).
Kekurangan 2-3 persen stamina turun, hingga 4 persen turunkan kemampuan
fisik sampai 25 persen. Bahkan, bisa pingsan jika kekurangan air
mencapai 7 persen. Kekurangan asupan cairan, khususnya air, meningkatkan
risiko penyakit batu ginjal, infeksi saluran kencing, kanker usus besar,
konstipasi, obesitas, stroke pembuluh darah otak, dan gangguan lain.
Jika kandungan air dalam organ tubuh menurun, fungsi organ berkurang dan
lebih mudah terpapar bakteri atau virus.

Sebaliknya, terlalu berlebihan minum air juga berdampak buruk. Misalnya,
gangguan keseimbangan elektrolit, antara lain, konsentrasi sodium turun
hingga level membahayakan. Padahal, elektrolit digunakan sel untuk
memindahkan cairan dan mengirimkan pesan saraf ke dalam dan keluar sel
dan pada akhirnya ke seluruh tubuh. Akibatnya, tubuh tidak berfungsi
dengan baik. Jika tidak ditangani, bisa muncul gejala mual, pusing, otot
lemah, hingga kondisi fatal.

Cara praktis dan mudah mengetahui kadar hidrasi tubuh ialah dengan
memeriksa warna urine sendiri. Urine yang berwarna pucat, tidak berbau
seperti warna air lemon menunjukkan status hidrasi baik. Namun, warna
urine oranye (gelap) dan berbau menyengat menandakan tubuh kurang cairan.

“Semua urine dapat digunakan asal bukan urine pagi saat bangun tidur.
Yang paling baik ialah menggunakan mid-stream urine, yakni urine yang
keluar di pertengahan saat kita berkemih,” kata Rachmi. Namun, terkadang
warna urine dipengaruhi obat atau diet tertentu. Orang yang mengonsumsi
vitamin B-Kompleks, misalnya, urine akan lebih kuning.

Untuk memperbaiki gangguan kekurangan air yang meluas di masyarakat,
Hardinsyah berpandangan, gizi seimbang yang dipromosikan pemerintah
perlu menambahkan air sebagai salah satu unsurnya. Selama ini,
perhitungan nilai gizi lebih cenderung dikaitkan dengan makanan padat.
Memasukkan air dalam pola makan akan memberikan dampak besar terhadap
perbaikan kesehatan masyarakat.

sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/08/03533673/jangan.abaikan.dehidrasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar