Label

Minggu, 20 Juni 2010

Kumpulan Sajak Rendra

Kumpulan Sajak WS Rendra

Sajak Sebatang Lisong


Menghisap sebatang lisong

melihat Indonesia Raya

mendengar 130 juta rakyat

dan di langit

dua tiga cukung mengangkang

berak di atas kepala mereka

matahari terbit

fajar tiba

dan aku melihat delapan juta kanak – kanak

tanpa pendidikan

aku bertanya

tetapi pertanyaan – pertanyaanku

membentur meja kekuasaan yang macet

dan papantulis – papantulis para pendidik

yang terlepas dari persoalan kehidupan

delapan juta kanak – kanak

menghadapi satu jalan panjang

tanpa pilihan

tanpa pepohonan

tanpa dangau persinggahan

tanpa ada bayangan ujungnya

menghisap udara

yang disemprot deodorant

aku melihat sarjana – sarjana menganggur

berpeluh di jalan raya

aku melihat wanita bunting

antri uang pensiunan

dan di langit

para teknokrat berkata :

bahwa bangsa kita adalah malas

bahwa bangsa mesti dibangun

mesti di up-grade

disesuaikan dengan teknologi yang diimpor

gunung – gunung menjulang

langit pesta warna di dalam senjakala

dan aku melihat

protes – protes yang terpendam

terhimpit di bawah tilam

aku bertanya

tetapi pertanyaanku

membentur jidat penyair – penyair salon

yang bersajak tentang anggur dan rembulan

sementara ketidak adilan terjadi disampingnya

dan delapan juta kanak – kanak tanpa pendidikan

termangu – mangu di kaki dewi kesenian

bunga – bunga bangsa tahun depan

berkunang – kunang pandang matanya

di bawah iklan berlampu neon

berjuta – juta harapan ibu dan bapak

menjadi gemalau suara yang kacau

menjadi karang di bawah muka samodra

kita mesti berhenti membeli rumus – rumus asing

diktat – diktat hanya boleh memberi metode

tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan

kita mesti keluar ke jalan raya

keluar ke desa – desa

mencatat sendiri semua gejala

dan menghayati persoalan yang nyata

inilah sajakku

pamplet masa darurat

apakah artinya kesenian

bila terpisah dari derita lingkungan

apakah artinya berpikir

bila terpisah dari masalah kehidupan

RENDRA

(ITB Bandung – 19 Agustus 1978)

********************************************

Sajak Orang Lapar (W.S RENDRA)


kelaparan adalah burung gagak

yang licik dan hitam

jutaan burung-burung gagak

bagai awan yang hitam

o Allah !

burung gagak menakutkan

dan kelaparan adalah burung gagak

selalu menakutkan

kelaparan adalah pemberontakan

adalah penggerak gaib

dari pisau-pisau pembunuhan

yang diayunkan oleh tangan-tangan orang miskin

kelaparan adalah batu-batu karang

di bawah wajah laut yang tidur

adalah mata air penipuan

adalah pengkhianatan kehormatan

seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu

melihat bagaimana tangannya sendiri

meletakkan kehormatannya di tanah

karena kelaparan

kelaparan adalah iblis

kelaparan adalah iblis yang menawarkan kediktatoran

o Allah !

kelaparan adalah tangan-tangan hitam

yang memasukkan segenggam tawas

ke dalam perut para miskin

o Allah !

kami berlutut

mata kami adalah mata Mu

ini juga mulut Mu

ini juga hati Mu

dan ini juga perut Mu

perut Mu lapar, ya Allah

perut Mu menggenggam tawas

dan pecahan-pecahan gelas kaca

o Allah !

betapa indahnya sepiring nasi panas

semangkuk sop dan segelas kopi hitam

o Allah !

kelaparan adalah burung gagak

jutaan burung gagak

bagai awan yang hitam

menghalang pandangku

ke sorga Mu

********************************************

Sajak Rajawali


sebuah sangkar besi

tidak bisa mengubah rajawali

menjadi seekor burung nuri

rajawali adalah pacar langit

dan di dalam sangkar besi

rajawali merasa pasti

bahwa langit akan selalu menanti

langit tanpa rajawali

adalah keluasan dan kebebasan tanpa sukma

tujuh langit, tujuh rajawali

tujuh cakrawala, tujuh pengembara

rajawali terbang tinggi memasuki sepi

memandang dunia

rajawali di sangkar besi

duduk bertapa

mengolah hidupnya

hidup adalah merjan-merjan kemungkinan

yang terjadi dari keringat matahari

tanpa kemantapan hati rajawali

mata kita hanya melihat matamorgana

rajawali terbang tinggi

membela langit dengan setia

dan ia akan mematuk kedua matamu

wahai, kamu, pencemar langit yang durhaka

********************************************

Sajak Pertemuan Mahasiswa


matahari terbit pagi ini

mencium bau kencing orok di kaki langit

melihat kali coklat menjalar ke lautan

dan mendengar dengung di dalam hutan

lalu kini ia dua penggalah tingginya

dan ia menjadi saksi kita berkumpul disini

memeriksa keadaan

kita bertanya :

kenapa maksud baik tidak selalu berguna

kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga

orang berkata : “kami ada maksud baik”

dan kita bertanya : “maksud baik untuk siapa ?”

ya !

ada yang jaya, ada yang terhina

ada yang bersenjata, ada yang terluka

ada yang duduk, ada yang diduduki

ada yang berlimpah, ada yang terkuras

dan kita disini bertanya :

“maksud baik saudara untuk siapa ?

saudara berdiri di pihak yang mana ?”

kenapa maksud baik dilakukan

tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya

tanah – tanah di gunung telah dimiliki orang – orang kota

perkebunan yang luas

hanya menguntungkan segolongan kecil saja

alat – alat kemajuan yang diimpor

tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya

tentu, kita bertanya :

“lantas maksud baik saudara untuk siapa ?”

sekarang matahari semakin tinggi

lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala

dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :

kita ini dididik untuk memihak yang mana ?

ilmu – ilmu diajarkan disini

akan menjadi alat pembebasan

ataukah alat penindasan ?

sebentar lagi matahari akan tenggelam

malam akan tiba

cicak – cicak berbunyi di tembok

dan rembulan berlayar

tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda

akan hidup di dalam mimpi

akan tumbuh di kebon belakang

dan esok hari

matahari akan terbit kembali

sementara hari baru menjelma

pertanyaan – pertanyaan kita menjadi hutan

atau masuk ke sungai

menjadi ombak di samodra

di bawah matahari ini kita bertanya :

ada yang menangis, ada yang mendera

ada yang habis, ada yang mengikis

dan maksud baik kita

berdiri di pihak yang mana !

RENDRA

( jakarta, 1 desember 1977 )

**************************************

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,

bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,

bahwa mobilku hanya titipan Nya,

bahwa rumahku hanya titipan Nya,

bahwa hartaku hanya titipan Nya,

bahwa putraku hanya titipan Nya,

tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?

Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?

Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?

Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah

kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,

kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,

aku ingin lebih banyak harta,

ingin lebih banyak mobil,

lebih banyak rumah,

lebih banyak popularitas,

dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,

Seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku.

Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika :

aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan

Nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.

Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”, dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,

Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…

“ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”

(WS Rendra).

*************************************************************

AKU TULIS PAMPLET INI


AKU TULIS PAMPLET INI

KARENA LEMBAGA PENDAPAT UMUM

DITUTUPI JARING LABAH-LABAH

ORANG-ORANG BICARA DALAM KASAK-KUSUK,

DAN UNGKAPAN DIRI DITEKAN

MENJADI PENG-IYA-AN

APA YANG TERPEGANG HARI INI

BISA LUPUT BESOK PAGI

KETIDAK PASTIAN MERAJALELA

DI LUAR KEKUASAAN KEHIDUPAN MENJADI TEKA-TEKI,

MENJADI MARABAHAYA,

MENJADI ISI KEBON BINATANG

APABILA KRITIK HANYA BOLEH LEWAT SALURAN RESMI

MAKA HIDUP AKAN MENJADI SAYUR TANPA GARAM

LEMBAGA PENDAPAT UMUM TIDAK MENGANDUNG PERTANYAAN

TIDAK MENGANDUNG PERDEBATAN

DAN AKHIRNYA MENJADI MONOPOLI KEKUASAAN

AKU TULIS PAMPLET INI

KARENA PAMPLET BUKAN TABU BAGI PENYAIR

AKU INGINKAN MERPATI POS

AKU INGIN MEMAINKAN BENDERA-BENDERA SEMAPHORE DI TANGANKU

AKU INGIN MEMBUAT ISYARAT ASAP KAUM INDIAN

AKU TIDAK MELIHAT ALASAN

KENAPA HARUS DIAM TERTEKAN DAN TERMANGU

AKU INGIN SECARA WAJAR KITA BERTUKAR KABAR

DUDUK BERDEBAT MENYATAKAN SETUJU ATAU TIDAK SETUJU

KENAPA KETAKUTAN MENJADI TABIR PIKIRAN ?

KEKHAWATIRAN TELAH MENCEMARKAN KEHIDUPAN

KETEGANGAN TELAH MENGGANTI PERGAULAN PIKIRAN YANG MERDEKA

MATAHARI MENYINARI AIRMATA YANG BERDERAI MENJADI API

REMBULAN MEMBERI MIMPI PADA DENDAM

GELOMBANG ANGIN MENYINGKAPKAN KELUH KESAH

YANG TERONGGOK BAGAI SAMPAH

KEGAMANGAN

KECURIGAAN

KETAKUTAN

KELESUAN

AKU TULIS PAMPLET INI

KARENA KAWAN DAN LAWAN ADALAH SAUDARA

DI DALAM ALAM MASIH ADA CAHAYA

MATAHARI YANG TENGGELAM DIGANTI REMBULAN

LALU BESOK PAGI PASTI TERBIT KEMBALI

DAN DI DALAM AIR LUMPUR KEHIDUPAN

AKU MELIHAT BAGAI TERKACA :

TERNYATA KITA, TOH, MANUSIA !

RENDRA

( pejambon – jakarta, 27 april 1978 )

****************************************************

BALADA TERBUNUHNYA ATMO KARPO

(WS Rendra)


Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi

Bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para

Mengepit kuat-kuat lutut menunggang perampok yang diburu

Surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang

Segenap warga desa mengepung hutan itu

Dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo

Mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang

Berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri

Satu demi satu yang maju terhadap darahnya

Penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka.

—Nyawamu barang pasar, hai orang-orang bebal!

Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa.

Majulah Joko Pandan! Di mana ia?

Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa.

Anak panah empat arah dan musuh tiga silang

Atmo Karpo tegak, luka tujuh liang.

—Joko Pandan! Di mana ia!

Hanya padanya seorang kukandung dosa.

Bedah perutnya atapi masih setan ia

Menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala

Joko Pandan! Di manakah ia!

Hanya padanya seorang kukandung dosa.

Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan

Segala menyibak bagi reapnya kuda hitam

Ridla dada bagi derinya dendam yang tiba.

Pada langkah pertama keduanya sama baja.

Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo

Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka.

Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka

Pesta abulan, sorak sorai, anggur darah

Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang

Ia telah membunuh bapanya.

********************************************

Sajak Orang Kepanasan

(W.S Rendra, 1 Desember 1979, di Universitas Indonesia)

Karena kami makan akar

dan terigu menumpuk digudangmu…

Karena kami hidup berhimpitan

dan ruanganmu berlebihan…

maka kita bukan sekutu.

Karena kami kucel

dan kamu gemerlapan…

Karena kami sumpeg

dan kamu mengunci pintu…

maka kami mencurigaimu.

Karena kami dibungkam

dan kamu nrocos bicara…

Karena kami diancam

dan kamu memaksakan kekuasaan…

maka kami bilang TIDAK kepadamu.

Karena kami tidak boleh memilih

dan kamu bebas berencana…

Karena kami cuma bersandal

dan kamu bebas memakai senapan…

Karena kami harus sopan

dan kamu punya penjara…

maka TIDAK dan TIDAK kepadamu.

Karena kami arus kali

dan kamu batu tanpa hati

maka air akan mengikis batu.

(«Nyanyian Orang Urakan» hlm 11-12)

********************************************

Surat Cinta


Kutulis surat ini

kala hujan gerimis

bagai bunyi tambur yang gaib,

Dan angin mendesah

mengeluh dan mendesah,

Wahai, dik Narti,

aku cinta kepadamu !

Kutulis surat ini

kala langit menangis

dan dua ekor belibis

bercintaan dalam kolam

bagai dua anak nakal

jenaka dan manis

mengibaskan ekor

serta menggetarkan bulu-bulunya,

Wahai, dik Narti,

kupinang kau menjadi istriku !

Kaki-kaki hujan yang runcing

menyentuhkan ujungnya di bumi,

Kaki-kaki cinta yang tegas

bagai logam berat gemerlapan

menempuh ke muka

dan tak kan kunjung diundurkan

Selusin malaikat

telah turun

di kala hujan gerimis

Di muka kaca jendela

mereka berkaca dan mencuci rambutnya

untuk ke pesta

Wahai, dik Narti

dengan pakaian pengantin yang anggun

bunga-bunga serta keris keramat

aku ingin membimbingmu ke altar

untuk dikawinkan

Aku melamarmu,

Kau tahu dari dulu:

tiada lebih buruk

dan tiada lebih baik

dari yang lain…

penyair dari kehidupan sehari-hari,

orang yang bermula dari kata

kata yang bermula dari

kehidupan, pikir dan rasa

*********************************

Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta


Pelacur-pelacur Kota Jakarta

Dari kelas tinggi dan kelas rendah

Telah diganyang

Telah haru-biru

Mereka kecut

Keder

Terhina dan tersipu-sipu

Sesalkan mana yang mesti kausesalkan

Tapi jangan kau lewat putus asa

Dan kaurelakan dirimu dibikin korban

Wahai pelacur-pelacur kota Jakarta

Sekarang bangkitlah

Sanggul kembali rambutmu

Karena setelah menyesal

Datanglah kini giliranmu

Bukan untuk membela diri melulu

Tapi untuk lancarkan serangan

Karena

Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan

Tapi jangan kaurela dibikin korban

Sarinah

Katakan kepada mereka

Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri

Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu

Tentang perjuangan nusa bangsa

Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal

Ia sebut kau inspirasi revolusi

Sambil ia buka kutangmu

Dan kau Dasima

Khabarkan pada rakyat

Bagaimana para pemimpin revolusi

Secara bergiliran memelukmu

Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi

Sambil celananya basah

Dan tubuhnya lemas

Terkapai disampingmu

Ototnya keburu tak berdaya

Politisi dan pegawai tinggi

Adalah caluk yang rapi

Kongres-kongres dan konferensi

Tak pernah berjalan tanpa kalian

Kalian tak pernah bisa bilang ‘tidak’

Lantaran kelaparan yang menakutkan

Kemiskinan yang mengekang

Dan telah lama sia-sia cari kerja

Ijazah sekolah tanpa guna

Para kepala jawatan

Akan membuka kesempatan

Kalau kau membuka kesempatan

Kalau kau membuka paha

Sedang diluar pemerintahan

Perusahaan-perusahaan macet

Lapangan kerja tak ada

Revolusi para pemimpin

Adalah revolusi dewa-dewa

Mereka berjuang untuk syurga

Dan tidak untuk bumi

Revolusi dewa-dewa

Tak pernah menghasilkan

Lebih banyak lapangan kerja

Bagi rakyatnya

Kalian adalah sebahagian kaum penganggur yang mereka ciptakan

Namun

Sesalkan mana yang kau kausesalkan

Tapi jangan kau lewat putus asa

Dan kau rela dibikin korban

Pelacur-pelacur kota Jakarta

Berhentilah tersipu-sipu

Ketika kubaca di koran

Bagaimana badut-badut mengganyang kalian

Menuduh kalian sumber bencana negara

Aku jadi murka

Kalian adalah temanku

Ini tak bisa dibiarkan

Astaga

Mulut-mulut badut

Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan

Saudari-saudariku

Membubarkan kalian

Tidak semudah membubarkan partai politik

Mereka harus beri kalian kerja

Mereka harus pulihkan darjat kalian

Mereka harus ikut memikul kesalahan

Saudari-saudariku. Bersatulah

Ambillah galah

Kibarkan kutang-kutangmu dihujungnya

Araklah keliling kota

Sebagai panji yang telah mereka nodai

Kinilah giliranmu menuntut

Katakanlah kepada mereka

Menganjurkan mengganyang pelacuran

Tanpa menganjurkan

Mengahwini para bekas pelacur

Adalah omong kosong

Pelacur-pelacur kota Jakarta

Saudari-saudariku

Jangan melulur keder pada lelaki

Dengan mudah

Kalian bisa telanjangi kaum palsu

Naikkan tarifmu dua kali

Dan mereka akan klabakan

Mogoklah satu bulan

Dan mereka akan puyeng

Lalu mereka akan berzina

Dengan isteri saudaranya.

Nyanyian Suto untuk Fatima

Dua puluh tiga matahari

bangkit dari pundakmu.

Tubuhmu menguapkan bau tanah

dan menyalalah sukmaku.

Langit bagai kain tetiron yang biru

terbentang

berkilat dan berkilauan

menantang jendela kalbu yang berdukacita.

Rohku dan rohmu

bagaikan proton dan elektron

bergolak

bergolak

Di bawah dua puluh tiga matahari.

Dua puluh tiga matahari

membakar dukacitaku.

Nyanyian Fatima untuk Suto

Kelambu ranjangku tersingkap

di bantal berenda tergolek nasibku.

Apabila firmanmu terucap

masuklah kalbuku ke dalam kalbumu.

Sedu-sedan mengetuk tingkapku

dari bumi di bawah rumpun mawar.

Waktu lahir kau telanjang dan tak tahu

tapi hidup bukanlah tawar-menawar.

*********************************************

Doa di Jakarta


Tuhan yang Maha Esa,

alangkah tegangnya

melihat hidup yang tergadai,

fikiran yang dipabrikkan,

dan masyarakat yang diternakkan.

Malam rebah dalam udara yang kotor.

Di manakah harapan akan dikaitkan

bila tipu daya telah menjadi seni kehidupan?

Dendam diasah di kolong yang basah

siap untuk terseret dalam gelombang edan.

Perkelahian dalam hidup sehari-hari

telah menjadi kewajaran.

Pepatah dan petitih

tak akan menyelesaikan masalah

bagi hidup yang bosan,

terpenjara, tanpa jendela.

Tuhan yang Maha Faham,

alangkah tak masuk akal

jarak selangkah

yang bererti empat puluh tahun gaji seorang buruh,

yang memisahkan

sebuah halaman bertaman tanaman hias

dengan rumah-rumah tanpa sumur dan W.C.

Hati manusia telah menjadi acuh,

panser yang angkuh,

traktor yang dendam.

Tuhan yang Maha Rahman,

ketika air mata menjadi gombal,

dan kata-kata menjadi lumpur becek,

aku menoleh ke utara dan ke selatan -

di manakah Kamu?

Di manakah tabungan keramik untuk wang logam?

Di manakah catatan belanja harian?

Di manakah peradaban?

Ya, Tuhan yang Maha Hakim,

harapan kosong, optimisme hampa.

Hanya akal sihat dan daya hidup

menjadi peganganku yang nyata.

************************************************

Rendra: “Sajak Bulan Mei 1998″


Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja

Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan

Amarah merajalela tanpa alamat

Kelakuan muncul dari sampah kehidupan

Pikiran kusut membentur simpul-simpul sejarah

O, zaman edan!

O, malam kelam pikiran insan!

Koyak moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan

Kitab undang-undang tergeletak di selokan

Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan

O, tatawarna fatamorgana kekuasaan!

O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja!

Dari sejak zaman Ibrahim dan Musa

Allah selalu mengingatkan

bahwa hukum harus lebih tinggi

dari ketinggian para politisi, raja-raja, dan tentara

O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan!

O, rasa putus asa yang terbentur sangkur!

Berhentilah mencari Ratu Adil!

Ratu Adil itu tidak ada. Ratu Adil itu tipu daya!

Apa yang harus kita tegakkan bersama

adalah Hukum Adil

Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara

Bau anyir darah yang kini memenuhi udara

menjadi saksi yang akan berkata:

Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat

apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa

apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan

maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa

lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya

Wahai, penguasa dunia yang fana!

Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta!

Apakah masih buta dan tuli di dalam hati?

Apakah masih akan menipu diri sendiri?

Apabila saran akal sehat kamu remehkan

berarti pintu untuk pikiran-pikiran kalap

yang akan muncul dari sudut-sudut gelap

telah kamu bukakan!

Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi

Airmata mengalir dari sajakku ini.

(Sajak ini dibuat di Jakarta pada tanggal 17 Mei 1998 dan dibacakan Rendra di DPR pada tanggal 18 Mei 1998)

**************************************************

Sajak Seorang Tua di Bawah Pohon

inilah sajakku

seorang tua yang berdiri di bawah pohon meranggas

dengan kedua tangan kugendongt di belakang

dan rokok kretek yang padam di mulutku

aku memandang jaman

aku melihat gambaran ekonomi

di etalase toko yang penuh merk asing

dan jalan – jalan bobrok antar desa

yang tidak memungkinkan pergaulan

aku melihat penggarongan dan pembusukan

aku meludah di atas tanah

aku berdiri di muka kantor polisi

aku melihat wajah berdarah seorang demonstran

aku melihat kekerasan tanpa undang – undang

dan sebatang jalan panjang

penuh debu

penuh kucing – kucing liar

penuh anak – anak berkudis

penuh serdadu – serdadu yang jelek dan menakutkan

aku berjalan menempuh matahari

menyusuri jalan sejarah pembangunan

yang kotor dan penuh penipuan

aku mendengar orang berkata :

“HAK ASASI MANUSIA TIDAK SAMA DI MANA – MANA

DISINI, DEMI IKLIM PEMBANGUNAN YANG BAIK

KEMERDEKAAN BERPOLITIK HARUS DIBATASI

MENGATASI KEMISKINAN

MEMINTA PENGORBANAN SEDIKIT HAK ASASI”

astaga, tahi kebo apa ini !!

apa disangka kentut bisa mengganti rasa keadilan ?

di negeri ini hak asasi dikurangi

justru untuk membela yang mapan dan kaya

buruh, tani, nelayan, wartawan dan mahasiswa

dibikin tidak berdaya

o, kepalsuan yang diberhalakan

berapa jauh akan bisa kau lawan kenyataan kehidupan

aku mendengar bising kendaraan

aku mendengar pengadilan sandiwara

aku mendengar warta berita

ada gerilya kota merajalela di eropa

seorang cukong bekas kaki tangan fasis

seorang yang gigih, melawan buruh

telah diculik dan dibunuh

oleh golongan orang – orang marah

aku menatap senjakala di pelabuhan

kakiku ngilu

dan rokok di mulutku padam lagi

aku melihat darah di langit

ya ! ya !

kekerasan mulai mempesona orang

yang kuasa serba menekan

yang marah mulai mengeluarkan senjata

bajingan dilawan secara bajingan

ya!

inilah kini kemungkinan yang mulai menggoda orang

bila pengadilan tidak menindak bajingan resmi

maka bajingan jalanan yang akan mengadili

lalu apa kata nurani kemanusiaan ?

siapakah yang menciptakan keadaan darurat ini ?

apakah orang harus meneladan tingkah laku bajingan resmi ?

bila tidak, kenapa bajingan resmi tidak ditindak ?

apakah kata nurani kemanusiaan ?

o, senjakala yang menyala !

singkat tapi menggetarkan hati !

lalu sebentar lagi orang kan mencari bulan dan bintang – bintang !

o, gambaran – gambaran yang fana !

kerna langit di badan tidak berhawa

dan langit di luar dilabur bias senjakala

maka nurani dibius tipudaya

ya ! ya !

akulah seorang tua !

yang capek tapi belum menyerah pada mati

kini aku berdiri di perempatan jalan

aku merasa tubuhku sudah menjadi anjing

tetapi jiwaku mencoba menulis sajak

sebagai seorang manusia

RENDRA

( pejambon, 23 oktober 1977 )

DARI KUMPULAN PUISI “POTRET PEMBANGUNAN DALAM PUISI”

( PUSTAKA JAYA – 1996 )

********************************************************

Dan ini adalah puisi yang dibuat oleh WS Rendra ketika ia diopname di RS Mitra Keluarga, Depok..

Aku lemas

Tapi berdaya

Aku tidak sambat rasa sakit

atau gatal

Aku pengin makan tajin

Aku tidak pernah sesak nafas

Tapi tubuhku tidak memuaskan

untuk punya posisi yang ideal dan wajar

Aku pengin membersihkan tubuhku

dari racun kimiawi

Aku ingin kembali pada jalan alam

Aku ingin meningkatkan pengabdian

kepada Allah

Tuhan, aku cinta padamu

Rendra

31 July 2009

Mitra Keluarga

sumber: http://celotehanakbangsa.wordpress.com/2009/08/07/kumpulan-sajak-ws-rendra/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar