Label

Selasa, 30 Maret 2010

Mastatho'ta - Sekuatmu

Koran Sindo, Selasa 4 November 2008

Di tengah-tengah beratnya syuting film Ketika Cinta Bertasbih di Kairo, tiba-tiba saya teringat kisah Prof Dr Abdullah Azzam yang luar biasa. Kisah tentang keteguhan, kesabaran, dan keuletan yang dahsyat. Kisah tentang bagaimana menambang potensi untuk kemenangan mengalahkan kelemahan diri sendiri.

Prof Dr Abdullah Azzam adalah pakar ushul fiqh yang disegani di dunia Islam. Ia meraih doktor syariah dari Al Azhar University. Hebatnya, ia menyelesaikan doktornya itu di tengah-tengah perjuangannya membela tanah kelahirannya, Palestina, yang dijajah Israel. Beliaulah ulama yang berhasil menyatukan Afghanistan untuk berpadu melawan penjajahan Rusia.

Di dunia Islam, Prof Dr Abdullah Azzam adalah simbol dan ikon perlawanan terhadap kolonialisme dalam bentuk apapun. Ia rela meninggalkan kursi guru besarnya demi mengajarkan kepada dunia cara melawan kolonialisme yang tidak berperikemanusiaan.

Suatu hari Prof Dr Abdullah Azzam mengajak mahasiswanya ke lapangan. Ia ingin mengajarkan satu pemahaman dengan kalimat “mastatha’ta” yang artinya semampu kamu. Kalimat itu sering ditemukan dalam Alquran dan hadis. Misalnya, tentang kewajiban haji adalah kalimat mastatha’ailaihisabila, selama mampu menempuh perjalanannya.

Para mahasiswa itu lalu berlari. Ada yang cepat, ada yang lambat, dan ada yang agak santai. Mereka berlari mengelilingi lapangan. Ada yang baru setengah lapangan sudah menyerah. Ada yang satu kali putaran. Ada yang dua kali putaran. Ada yang tiga kali putaran. Sampai akhirnya semua berhenti dengan napas terengah-engah, tapi wajah mereka masih tampak segar.

Sang professor kembali mengumpulkan mereka. “Apakah kalian sudah mengerahkan seluruh kemampuan kalian?” Tanya Prof Dr Abdullah Azzam. Serentak para mahasiswa itu menjawab “Iya. Sudah!”

“Aku tidak melihat satu pun di antara kalian yang sudah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk lari!” tegas Profesor.

“Saya keliling sampai lima kali professor. Saya sudah mati-matian untuk itu!” jawab seorang mahasiswa.

“Belum. Kamu belum mati-matian mengerahkan kemampuanmu. Baiklah akan saya contohkan bagaimana berlari semampu yang saya bisa!” tegas Sang Profesor.

Prof Dr Abdullah Azzam itu lalu berlari keliling lapangan. Karena sudah tua, dia tidak berlari secepat anak muda. Dia berlari dan terus berlari. Dia berhasil mengelilingi lapangan dan terus berlari. Dua kali ia mengelilingi lapangan dan terus berlari. Meski terengah-engah dan wajah sudah memucat, dia terus berlari. Terus berlari. Sampai akhirnya pingsan di tengah lapangan.

Para mahasiswa itu langsung berlari untuk menggotong guru besarnya ke tempat yang nyaman. Wajah Prof Dr Abdullah Azzam itu benar-benar pucat pasi. Seolah-olah tidak ada lagi darah yang mengalir di wajahnya. Begitu beliau siuman, bibirnya bergetar, “Sampai kamu curahkan semua tenagamu, sampai kamu tidak bisa lagi menggerakkan otot-ototmu, kamu tidak mampu lagi melangkahkan kakimu. Itu berarti kamu sudah mencurahkan seluruh kemampuanmu untuk berlari!”

“Kita akan sukses, kita akan menang diantaranya kalau kita telah mengerahkan seluruh kemampuan kita untuk menang!” kata Prof Dr Abdullah Azzam lirih. Para mahasiswa itu sangat tersentuh dengan pelajaran Sang Profesor hari itu. Mereka langsung tahu bagaimana memahami kalimat “mastatha’ta” yang artinya semampu kamu.

* * *

Salah satu penyebab kegagalan yang paling lazim adalah kebiasaan tidak mencurahkan kemampuan sampai benar-benar habis. Juga kebiasaan menyerah menghadapi kekalahan sementara. Setiap orang pernah mengalami kesalahan ini.

Tentang menghadapi kekalahan sementara, ada hal yang bisa diambil hikmah dari kisah RU Darby, orang yang sukses dengan bisnis asuransinya. Kisahnya sangat masyhur. Kegigihannya menjual polis yang luar biasa sering dijadikan contoh dalam banyak pelatihan motivasi tingkat dunia, ternyata bermula dari kisah kegagalannya menghadapi kekalahan sementara.

Saat itu penyakit “demam emas” melanda Amerika pada masa pertambangan emas besar-besaran. RU Darby termasuk orang yang terjangkiti “demam emas” tersebut. Ia pun pergi ke daerah Colorado untuk menggali emas dan menjadi kaya.

RU Darby masih berpikiran bahwa emas hanya bisa ditambang dari tanah. Ia belum sampai pada pemikiran bahwa emas yang ditambang dari pemikiran manusia itu jauh lebih banyak dari emas yang ditambah dari tanah. Setelah sampai daerah yang “menjanjikan” RU Darby pun memilih tanah galian dan mulai bekerja dengan sekop dan peralatannya.

Setelah berminggu-minggu kerja keras, dia merasa mendapatkan impiannya dengan ditemukannya biji emas yang berkilau-kilauan. Semangat hidupnya membara, ia membayangkan akan menjadi orang yang kaya raya. Dia merasa memerlukan mesin untuk mengeluarkan biji ke permukaan tanah.

Diam-diam dia menutup tambangnya. Ia kembali ke kampung halamannya di Williamsburg, Maryland, dan menceritakan kepada kerabat serta beberapa tetangga tentang penemuannya. Ia berhasil meyakinkan sanak kerabat dan tetangganya untuk menggumpulkan uang guna membeli mesin tambang yang diperlukan. RU Darby kembali kesana untuk mengerjakan tambang.

Dengan alat tambang itu, Darby berhasil mengeruk segerbong biji emas dan mengapalkannya ke pabrik pengolah. Hasilnya membuktikan bahwa mereka memiliki salah satu tambang yang terkaya di Colorado. Beberapa gerbong lagi dari biji itu akan bisa melunasi utang. Kemudian akan datang keuntungan besar.

Penggalian pun jalan terus dan harapan Darby semakin meningkat. Kemudian sesuatu terjadi. Akar biji emas itu seperti hilang begitu saja. Ibaratnya, sudah menggali sampai ujung kaki langit, tapi biji emas itu tidak juga ditemukan. Mereka terus menggali dan menggali, dengan mati-matian berusaha menemukan kembali urat emas itu, tetapi semua sia-sia.

Akhirnya mereka memutuskan untuk menyerah. Mereka menjual mesin kepada tukang rongsokan seharga beberapa ratus dolar, dan naik kereta api pulang kampung. Tukang rongsokan memanggil insinyur pertambangan untuk meninjau tambang emas dan membuat sedikit perhitungan. Insinyur memberitahukan bahwa proyek itu gagal karena pemiliknya tidak mengetahui “jalur patahan”. Perhitungannya menunjukkan bahwa urat emas akan ditemukan hanya sejauh tiga langkah dari Darby menghentikan penggaliannya. Dan tepat disitulah emas ditemukan!

Si Tukang rongsokan mengeruk biji emas bernilai jutaan dolar dari pertambangan tersebut karena dia cukup pintar untuk mencari nasihat seorang ahli sebelum menyerah. Lama setelah itu, Darby menyebut kembali kerugian berlipat ganda setelah dia menyadari bahwa keinginan bisa diubah menjadi emas. Penemuan ini datang setelah dia memasuki bisnis menjual asuransi jiwa.

Ingat bahwa dia kehilangan harta banyak sekali karena dia berhenti menggali sejauh tiga langkah dari tempat emas terpendam. Darby memetik keuntungan dari pengalaman dalam pekerjaan pilihannya dengan cara sederhana mengatakan kepada dirinya sendiri, “Saya memang berhenti tiga langkah dari emas, tapi saya tidak akan berhenti karena orang mengatakan ’tidak’ ketika saya minta dia membeli asuransi.”

RU Darby menjadi salah satu dari sekelompok kecil orang yang menjual lebih dari sejuta dolar asuransi jiwa per tahun. Kegigihannya adalah berkat pelajaran yang dipetiknya dari sikap gampang menyerah dalam bisnis pertambangan emas.

Sebelum sukses datang ke kehidupan seseorang, dia pasti akan menemui banyak kekalahan sementara, dan mungkin kegagalan. Kalau kegagalan mengalahkan seseorang, cara yang paling mudah dan paling logis adalah menyerah. Itulah yang dilakukan kebanyakan orang. Sedangkan tidak menyerah pada kegagalan adalah yang sedikit dilakukan orang.

Terbukti, orang-orang besar yang mengukir sejarah luar biasa adalah orang-orang yang mampu mengalahkan dirinya sendiri. Orang yang mampu memaksa dirinya sendiri mengerahkan seluruh kemampuan yang dimiliki dan tidak menyerah pada satu kegagalan sementara. Karena kegagalan yang sesungguhnya adalah ketika seseorang tidak mengerahkan yang terbaik yang dimilikinya.

habiburrahman el shirazy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar