Label

Minggu, 30 Oktober 2011

Buku: Resi Durna - Sang Guru Sejati

Kebetulan lagi menjemput dan menunggu si bontot kuliah, sehabis sholat ashar, mampir di toko buku depan Masjid Ukhuwah Islamiyah di kampus Depok.
Secara sekelebatan aku lihat buku Resi Durna karya Pitoyo Amrih. Sejenak aku ingat pengalaman waktu kecil, dimana aku gemar sekali membaca komik wayang karya R.A Kosasih. Mulai dari seri Wayang Purwa, MahaBharata, Bharata Yudha sampai Parikesit dan lain lain.
Ada tokoh yang sangat aku benci dalam cerita wayang tersebut yaitu Pandita Durna, atau Resi Durna. Bukan cuma aku, pada zaman tahun 60an, tokoh yang dibenci masyarakat yang mengelilingi Presiden Soekarno, yang sering nasihat dan sarannya diterima Presiden tapi tidak disukai rakyat, tokoh ini disebut Durna.
Kenapa demikian?

Sebab Durna mempunyai sifat cepat marah, licik dan menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya. Tidak perduli, caranya itu akan merugikan, melukai bahkan menyengsarakan orang lain. Tapi tokoh kontroversial ini sebetulnya adalah Guru yang Sejati. Dia akan keras menempa muridnya agar muridnya kelak menjadi Ksatria yang mumpuni. Ksatria Kurawa (yang mewakili keburukan)maupun Pandawa (yang mewakili kebaikan)keduanya menjadi Ksatria yang hebat. Hebat dalam keburukannya maupun hebat dalam kebaikannya.
Bima mungkin tak pernah tahu bahwa ilmu sejati yang dimilikinya adalah buah dari kerasnya Durna dalam mendidiknya dan membiarkannya ditempa segala kepedihan.
Arjunapun tak pernah tahu bilamana dia bisa menimba ilmu pada belasan Resi dan memiliki belasan pusaka, adalah juga buah dari petunjuk dan segala tipuan Durna.
Jika tidak ada Durna, mungkin tidak akan ada Bharata Yudha, tidak ada Bharata Yudha tidak akan ada kemenangan Pandawa.

Buku Karya Pitoyo Amrih, menceritakan asal usul Resi Durna atau Bambang Kumbayana dan bagaimana sepak terjangnya yang sangat mengerikan, licik sekaligus taktis tapi dia juga melahirkan Ksatria Ksatria sejati.
Pitoyo Amrih, menceritakan dengan gaya novelis yang mengasyikkan. Sehingga kita seperti dibawa dalam cerita dunia pewayangan yang penuh intrik, tipu maupun cerita heroik.

Pada kesimpulannya, kita harus banyak belajar dari siapa saja. Bahkan dari musuh sekalipun. Karena baik buruknya seseorang adalah dari seberapa banyak dia bisa belajar dan mengambil hikmah kebaikan bagi dirinya dan bagi orang sekitarnya. Resi Durna memang bukan tokoh yang dianggap mulia perbuatannya. Tapi dari ajarannya, dia bisa melahirkan Ksatria, pahlawan serta tokoh pemimpin yang patut jadi panutan orang. Kita tidak punya hak untuk mencap seseorang hanya karena, misalnya, perangai buruknya saja. Malah dengan perangai buruknya, kita bisa belajar banyak, yang dapat membuat kita menjadi orang yang selalau hati-hati dan waspada.

Bukankah Al Qur'an juga mengingatkan kita untuk selalu introspeksi:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Alhasyr [59]:18).
Semakin kita bisa dan pandai mengoreksi diri sendiri, semakin mulialah hidup kita ini. Kanjeng Rosululloh pun pernah bersabda:
“Lakukan penilaian atas dirimu sendiri sebelum engkau dinilai orang lain.” (HR Bukhori).

Sumber: Resi Durna Karya : Pitoyo Amrih, Penerbit Diva Press, cetakan pertama 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar