Label

Selasa, 17 Januari 2012

Bisnis ICT di Indonesia, siapa menikmati?

Oleh: Firdaus cahyadi



Pemerintah diminta tidak tunduk pada tekanan asing



Tahun 2011 lalu menjadi sebuah tahun yang begitu indah bagi pemain bisnis ICT (Information and Communication Technology). Bagaimana tidak, menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring, bisnis ICT di Indonesia meningkat pesat di tahun 2011.



Seperti ditulis oleh portal berita Antaranews.com, Menkominfo Tifatul Sembiring memperkirakan bisnis informasi dan telekomunikasi selama 2011 mencapai Rp360 triliun atau tumbuh sekitar 20 persen dalam dua tahun terakhir. Indikasinya, tentu saja adalah peningkatan pertumbuhan penjualan gadget dan peningkatan pengakses internet.



Seiring dengan perkembangan teknologi ICT, masyarakat memang nampak menjadi semakin konsumtif. Di bulan November 2011 silam misalnya, antrean pembeli BlackBerry telah menimbulkan puluhan orang terluka. Sebelumnya, pada bulan Juli 2011, antusiasme masyarakat untuk mendapatkan ponsel Xperia PLAY yang pada saat itu resmi dijual perdana di Jakarta terlihat jelas dengan panjangnya antrian sejak pukul 6 pagi.



Tanda-tanda meningkatnya bisnis ICT di tahun 2011 sebenarnya sudah nampak sejak tahun 2010 silam. Studi terbaru lembaga penelitian ROA (Research On Asia) Group pada tahun 2010 misalnya, mengungkapkan perkembangan pasar telepon selullar (ponsel) Indonesia terus tumbuh pesat. Menurut penelitian itu, pengguna ponsel di Indonesia tercatat sebanyak 68 juta pada akhir tahun 2006 dan akan tumbuh menjadi 94,7 juta pada tahun 2007. Pada tahun 2010, angka pengguna ponsel di Indonesia pun diprediksikan mencapai angka 133 juta.



Hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan penjualan laptop atau komputer jinjing di Indonesia. Merujuk data International Data Corp (IDC) menyebutkan bahwa total penjualan laptop semester I tahun 2010 mencapai 2,18 juta unit, tumbuh 32,46 persen dibandingkan dengan total penjualan laptop semester I tahun 2009 yang hanya sebesar 1,6 juta unit.



Pengguna internet di Indonesia pun juga mengalami pertumbuhan pesat. Menurut Buku Putih “Komunikasi dan Informatika Indonesia” yang diterbitkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2010 menyebutkan bahwa pada tahun 2007-2008, akses internet dalam rumah tangga Indonesia mengalami peningkatan pesat.



Pada tahun 2007, menurut buku putih tersebut, prosentase keluarga Indonesia yang memiliki akses internet sebesar 5,58 persen. Dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 8,56 persen. Sementara menurut Plt Dirjen Postel Muhammad Budi Setiawan, seperti ditulis oleh detik.com Juni 2010, mengungkapkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai angka 45 juta.



Sementara dari sisi perangkat yang digunakan, mayoritas pengguna internet di Indoensia mengaksesnya melalui handphone. Menurut data Effective Measure, firma yang memiliki spesialisasi dalam pengukuran statistik web, sebanyak 61,88 persen dari pengguna Internet Indonesia mengakses melalui ponsel.



Pertanyaannya kemudian adalah dari serangkaian angka-angka pertumbuhan pengguna ICT di Indonesia itu kemanakah uang mengalir? Jangan-jangan ada aliran uang dalam jumlah besar yang mengalir keluar negeri dari gegap gempita sambutan warga Indonesia terhadap perkembangan ICT di dunia.

Seperti tersebut di atas bahwa jumlah pengguna ponsel meningkat pesat dan juga mayoritas pengakses internet di Indonesia juga menggunakan ponsel dalam mengaksesnya. Sekarang mari kita lihat jumlah impor ponsel di Indonesia dari tahun ke tahun.



Ponsel China

Menurut data dari Asosiasi Importir Selullar Indonesia, seperti ditulis salah satu media massa di Jakarta, menyebutkan bahwa pada tahun 2009, Indonesia mengimpor ponsel buatan China sebanyak 6,3 juta unit, sementara dari negara lain sebanyak 4,2 juta unit. Pada tahun 2010, impor ponsel dari China sebanyak 9,6 juta unit dan dari negara lain menurun menjadi 2,4 juta unit.



Nah, bagaimana dengan bisnis operator selular di Indonesia? Menurut data dari Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, menyebutkan bahwa hingga kuartal I tahun 2010, pelanggan telkomsel sebanyak 88.950.000. Sementara pelanggan Indosat sebesar 39.100.000, XL Axiata 32.924.000, Hutchinson 7.311.000 dan Natrindo 4.105.156.



Untuk melihat ada atau tidaknya potensi uang mengalir ke luar negeri, tentu kita harus melihat komposisi dari pemegang saham lima besar operator selullar di Indonesia tersebut. Menurut data dari Litbang sebuah media massa yang terbit di Jakarta menyebutkan bahwa kepemilikan asing dalam Telkomsel mencapai 35 persen, Hutchinson 60 persen, Indosat 70,14 persen, XL Axiata 80 persen dan Natrindo 95 persen.



Hal yang sama juga terjadi pada produk laptop. Dari tahun ke tahun impor laptop di Indonesia semakin meningkat. Seperti ditulis sebuah media massa yang terbit di Jakarta, sampai November 2009, nilai impor komputer jinjing telah menembus 461 juta dollar AS. Angka ini melonjak 30,4 persen dibandingkan impor laptop seluruh tahun 2008 yang hanya 353,4 juta dollar AS. Dari nilai impor itu, laptop China menguasai 90,4 persen atau 416,7 juta dollar.



Potensi mengalirnya uang dalam bisnis telematika juga nampak pada penggunaan nama domain internet. Menurut data dari PANDI (Pengelola Nama Domain Indonesia), website yang menggunakan domain indonesia (id) hanya 58.793. Sementara yang menggunakan domain internasional sebanyak 198.295. Apa ini artinya? Jika harga domain internasional itu katakanlah Rp 8.000, maka sudah miliaran uang keluar dari negeri ini.



Melihat melimpahnya potensi uang mengalir ke perusahaan-perusahan ICT asing itulah tak heran muncul tekanan dari forum regional dan internasional kepada Indonesia untuk merubah paradigma bahwa ICT bukan lagi sesuatu yang vital dan menguasai hajat hidup orang banyak, melainkan hanya komoditas. Karena itu pasar ICT harus dibuka. Pernyataan itu tercantum dalam penjelasaan RUU Konvergensi Telematika yang kini sedang dibahas pemerintah.



Nah, sekarang bola panas ada di tangan pemerintah. Jika pemerintah menuruti tekanan internasional yang menginginkan perubahan paradigma bahwa ICT sekedar komoditas dan untuk itu pasar harus dibuka lebar, maka uang dari bisnis ICT akan terus mengalir ke perusahan-perusahaan asing. Atau pemerintah memiliki paradigma alternatif, yang melihat ICT bukan hanya sekedar komoditas. Sehingga dengan itu mengalirnya uang ke perusahaan-perusahaan ICT asing dalam bisnis telematika tetap bisa dikendalikan. Semoga kali ini pemerintah tidak takut terhadap tekanan asing.

sumber :http://www.satudunia.net/content/bisnis-ict-di-indonesia-siapa-yang-menikmati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar