Label

Selasa, 09 November 2010

Sayang dan Cinta

Allohumma inni uhibbuhu faahibbuhu wa ahibba mayyuhibbuhu

Ya Alloh, sungguh aku menyayanginya. Maka sayangilah ia dan sayangi pula orang yang menyayanginya. (HR. Al-Bukhori)

Suatu hari Rusululloh sholallahu 'alayhi wasallam pergi ke pasar. Beliau ditemani sahabatnya Abu Hurairoh, dan setelah berkeliling pasar beliau mampir di masjid, beristirahat. Kemudian beliau memanggil cucunya Hasan bin Ali. Cucunya yang lucu itu berlari kearah Rosul dan duduk dipangkuannya. Kemudian beliau mencium cucu tersayang dan berdo'a seperti diatas.
Begitulah beliau mencontohkan bagaimana mencurahkan kasih sayang kepada cucunya. Beliau tidak memberikan uang jajan, tidak memberikan pakaian yang mewah, apalagi mengajaknya jalan jalan ke Mall ...(lagian waktu itu blom ada mall, apalagi disney land). Beliau mencurahkan kasih sayang nya dengan sentuhan dengan hatinya dan do'a yang tulus dari mulutnya. Sungguh suatu contoh yang sangat menyentuh...

Tidak hanya kepada cucunya, kepada anak anak kecil lainnya, seperti yang diceritakan oleh Usamah bin Zaid.
Dahulu sewaktu aku kecil Nabi pernah mendudukkanku disebelah pahanya dan mendudukkan Hasan bin Ali disebelah paha yang lain. Dan kemudian beliau memeluk kami sambil berdo'a:

"Allohummarhumma fainni arhamuhuma"

Ya Alloh sayangilah keduanya, sungguh aku menyayangi keduanya (HR. Al-Bukhori)

Sungguh contoh tauladan yang baik sekali. Dimana dewasa ini, seringkali kita melihat para orang tua, para kakek2 dan nenek2 mencurahkan kasih sayangnya dengan anak cucunya secara berlebih-lebihan dengan menjejalkan anak cucu dengan bentuk materi, yang belum tentu dibutuhkan oleh anak cucunya. Kadang pemberian materi, sebagai pengganti rasa bersalah karena tidak bisa mendampingi anak cucunya setiap waktu, karena kesibukannya mencari nafkah, mengejar karier. Karena dari mengejar karier seseorang beroleh uang, maka dicurahkannya materi untuk menebus kekurangannya. Mainan sampai menumpuk digudang, belum rusak satu mainan, besoknya sudah dibelikan mainan baru. Anak anak dibiarkan main sendiri bersama pembantu, lalu ditambah "pembenaran" dengan mengucapkan: Yang penting kan kwalitasnya, bukan kwantitas waktu ketemu anak-anak..
Jadilah anak tumbuh bersama pembantu, baby sitter atau apalah namanya..bersama mainan yang menumpuk.
Kita lupa anak butuh kasih sayang, sentuhan sederhana namun sangat berarti bagi bathin si anak, ditambah do'a yang tulus seperti diatas.

Maka sungguh saya kagum, kepada para ibu, yang karena pendidikannya, mampu memperoleh kesempatan karier yang luas, mampu meraih gaji yang tinggi, tapi tetap memilih menjadi ibu rumah tangga, pendamping suami tercinta, pembimbing anak-anak terkasih, merawatnya sampai mengajari dan menuntunnya berjalan,menunggu belajar kesekolah, sampai mengantarnya ke pendidikan yang lebih tinggi lagi. Tidak ada imbalan materi yang diharapkannya, kecuali harapan nanti, buah hatinya kelak menjadi manusia yang mandiri, hormat kepada kedua orang tuanya, bermanfaat bagi orang lain dan menebar kebaikan bagi sesama tapi tetap rendah hati dan bertaqwa pada Tuhannya.

Sungguh keputusan yang mulia, menjadi ibu rumah tangga bukan pekerjaan hina, bukan profesi yang memalukan. Itu adalah keputusan terbesar yang pernah dia buat seumur hidupnya. Sebab dari rahimnya kelak tercipta generasi unggul, generasi cerdas, generasi tangguh, yang kelak akan menjadi pemimpin kaumnya, pemimpin generasinya yang mampu membawa kesejahteraan bagi umat, kebahagiaan bagi keluarga dan kedamaian bagi sesama..

Semoga

Wassalam
Marbot